PENGARUH SIKAP TOKOH TERHADAP MOBILITAS SOSIALDALAM PARA PRIYAYI, BAWUK, DAN SRI SUMARAH KARYA UMAR KAYAM

Mujianto, Gigit and Drs and Si, M (1999) PENGARUH SIKAP TOKOH TERHADAP MOBILITAS SOSIALDALAM PARA PRIYAYI, BAWUK, DAN SRI SUMARAH KARYA UMAR KAYAM.

Full text not available from this repository.
Official URL: http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=rea...

Abstract

Dalam penelitian ini masalah yang dikaji menyangkut sikap tokoh dan mobilitas sosial yang akan dicermati melalui kisahan cerita, perilaku tokoh, dan dialog tokoh cerita dalam Para Priyayi, Bawuk, dan Sri Sumarah karya Umar Kayam. Dalam hal ini kajian terhadap sikap tokoh merujuk pada gejala mental yang dikemukakan oleh Von Brentano maupun yang dibangun dari wejangan-wejangan Ki Ageng Soerjomentaram dalam berbagai kesempatan.Masalah tersebut adalah bagaimanakah pengaruh sikap gagasan mengarah pada objek dalam kesadaran (rasa), sikap rasional terhadap objek kesadaran, suka atau tidak suka (mawas diri), dan sikap emosional terhadap objek, keinginan, cinta, benci (aku) terhadap mobilitas sosial dalam Para Priyayi, Bawuk, dan Sri Sumarah karya Umar Kayam?Penelitian ini didasarkan atas pendekatan analitis, yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengimajikan ide-idenya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen intrinsik itu sehingga mampu membangun keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya (Aminuddin, 1991: 44). Sesuai dengan pendekatan yang dipilih, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif eksploratif dengan teknik observasi dan analisis data kualitatif.Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa dalam Para Priyayi, tokoh Lantip mengembangkan (1) rasa cipta melalui (a) pemahaman terhadap diri dan lingkungan kehidupannya sejak kecil dan (b) pemahaman terhadap kondisi mbah wedok, embok, dan bapaknya yang selalu disia-siakan oleh orang-orang di sekitarmya; (2) rasa grahita karena mendapat kesempatan bersekolah; (3) tepa sarira, yang ditunjukkan ketika tokoh Lantip ikut merasakan kesedihan karena runtuhnya kewibawaan keluarga besar Sastrodarsono. Dengan sikap itu, tokoh Lantip menapaki anak tanggayang tersedia melalui jalur sekolah dengan menempatkan diri pada mobilitas sosial vertikal yang naik (social-climbing) melalui status sosial tokoh Lantip yang berubah dari kedudukannya semula sebagai wong Ndeso menjadi priyayi dengan titel doktoran-dus yang ikhlas mengabdi kepada lingkungannya.Dalam Sri Sumarah, tokoh sri gagal setelah mencoba meloncat ke atas melalui perkawinannya dengan Sumarto, yang dibina dengan mengembangkan (1) rasa cipta melalui pemahaman dan bakti terhadap nenek dan suami; (2) rasa grahita karena dijodohkan neneknya dengan pemuda Sumarto; dan (3) nanding sarira yang didasarkan pada imaji neneknya tentang kewajiban dan pengorbanan seorang ibu. Tokoh Sri harus pasrah dan sumarah untuk turun ke anak tangga bawah setelah kemudian ditinggal mati Sumarto. Ia memper-tahankan diri dalam keamanan tradisional, melalui wisik yang diterima agar ia menekuni pekerjaan menjadi tukang pijit dengan rasa eling pada Tuhan, suami, dan anaknya muncul pada saat ia terjebak dalam de-kapan pasien muda yang dipijitnya dalam sebuah hotel. Dengan kegagalan itu, tokoh Sri menempatkan diri pada mobilitas mobilitas sosial vertikal yang turun(social-sinking).Dalam Bawuk, mobilitas menjadi salto mortale, lompatan yang membawa tokoh Bawuk pada ketidakjelasan nasib. Pilihan hidupnya kawin dengan Hassan, menempatkan tokoh Bawuk pada mobilitas sosial vertikal yang turun (social-sinking ), yang didorong (1) rasa cipta melalui (a) kepatuhan "burung kepodang di pagi hari" terhadap orang tua, (b) pemahaman dan bakti kepada suaminya; (2) mulat sarira yang didasarkan pada ketetapan hati tokoh Bawuk dalam menyikapi kekecewaan saudara-saudaranya atas niatnya untuk terus mencari Hassan. Namun demikian, hal itu justru membuat Bawuk menemukan identitas yang terdalam sebagai pribadi dalam ukuran keempat, melebihi tokoh Lantip dan tokoh Sri yang menemukan identitas dalam ukuran ketiga.Dengan demikian mobilitas dalam Para Priyayi,Sri Sumarah, dan Bawuk tidak terjadi karena berubahnya susunan masyarakat lama, yang pada gilirannya dapat menghilangkan halangan-halangan dalam struktur itu dan kemudian memberikan lebih banyak kesempatan untuk mobilitas, melainkan bahwa susunan lama tersebut harus diterima dengan mengembangkan (1) rasa cipta melalui (a) pemahaman terhadap diri dan lingkungan kehidupannya sejak kecil dan (b) pemahaman terhadap kondisi keluarga; (2) rasa grahita; dan (3) tepa sarira untuk kemudian dimanfaatkan bergerak naik ke atas.

Item Type: Article
Subjects: Collections > Koleksi Perpustakaan Di Indonesia > Perpustakaan Di Indonesia > JIPTUMM > Research Report > Education > Literature And Bahasa Indonesia
Divisions: Universitas Komputer Indonesia > Perpustakaan UNIKOM
Depositing User: Admin Repository
Date Deposited: 16 Nov 2016 07:35
Last Modified: 16 Nov 2016 07:35
URI: http://repository.unikom.ac.id/id/eprint/991

Actions (login required)

View Item View Item